Ekspor panel berbasis kayu di Indonesia merupakan yang tertinggi kedua setelah kertas. Namun demikian, peningkatan produksi dan ekspor tersebut tidak diiringi dengan ketersediaan bahan baku yang memadai, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Menurut Prof Dede Hermawan, Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan (Fahutan) IPB University, pasokan bahan baku kayu mengalami perubahan yang sangat signifikan.
“Pasokan sebelumnya berasal dari hutan alam dan berkualitas bagus (berdiameter besar, kuat dan awet), saat ini sekitar 90 persen berasal dari hutan tanaman yang memiliki kualitas kurang bagus (diameter kecil, kurang kuat dan tidak awet),” ujarnya dalam Konferensi Pers Pra Orasi Ilmiah Guru Besar yang digelar secara daring, (11/8). Dengan demikian, lanjutnya, perlu inovasi teknologi. Baik dalam teknologi pemilihan bahan baku maupun teknologi proses produksi.
“Beberapa inovasi biokomposit telah kami kembangkan. Ada jenis biokomposit balok laminasi, papan blok, kayu lapis, papan partikel dan papan semen,” jelasnya.
Inovasi pertama yakni jenis biokomposit Balok Laminasi (Glulam), yaitu kayu laminasi yang disusun oleh lamina kayu dengan arah penyusunan lamina sejajar serat. Glulam dari kayu cepat tumbuh seperti sengon dan mindi telah berhasil dikembangkan dengan impregnasi polistirena. Metoda ini dapat meningkatkan kelas keawetan glulam sengon dari V menjadi III-IV, sedangkan glulam mindi meningkat dari kelas IV menjadi kelas I-II.
Inovasi kedua yaitu jenis biokomposit Papan Blok (Block-board), yang terbuat dari batang kelapa sawit terkompregnasi methylene diphenyl diisocyanate (MDI), dilapisi dengan finir kayu akasia mangium. Kekuatan papan blok kelapa sawit dengan perlakuan kompregnasi isocyanat, meningkat signifikan dibandingkan dengan papan tanpa perlakuan, baik bending strengnya maupun kekerasannya.
Inovasi ketiga yakni jenis biokomposit Kayu Lapis (plywood). Penggunaan asam sitrat sebagai perekat kayu lapis dari kayu sengon, dengan penambahan pati dari porang, sebagai extender, telah sukses dikembangkan. Pati yang digunakan merupakan hasil ikutan (by-product) dari produksi glukomanan porang, yang selama ini belum memiliki nilai tambah dan tidak dimanfaatkan. Keteguhan patah dan keteguhan geser kayu lapis meningkat signifikan dengan penambahan extender tepung porang sebanyak 10 persen dan 20 persen.
Inovasi keempat adalah jenis biokomposit Papan Partikel (particle-board). Papan partikel dari bagas sorgum dengan perekat asam maleat, telah berhasil dibuat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa papan partikel berperekat asam maleat memiliki keteguhan patah dan keteguhan rekat yang tinggi dan telah memenuhi standar JIS A 5908-2003.
“Selain itu, kami juga sudah mengembangkan genteng ringan, bet papan partikel dan beton ringan,” imbuhnya.
Menurutnya, genteng komposit yang terbuat dari papan partikel bagas sorgum dengan kerapatan sedang, memiliki massa yang lebih ringan dari genteng lainnya, yaitu sebesar 4,4 kilogram/meter persegi. Sehingga genteng ini sangat aman bagi penghuninya apabila terjadi bencana, seperti gempa bumi yang mengakibatkan runtuhnya suatu bangunan.
Aplikasi kedua adalah bet tenis meja yang terbuat dari papan partikel bagas sorgum. Bet ini memiliki kualitas pantulan yang sebanding dengan bet komersial, seperti bet merk Donic dan Yuguan. Namun demikian, bet papan partikel ini masih memiliki massa yang lebih berat dibandingkan dengan bet komersial.
“Aplikasi inovasi ketiga adalah pembuatan beton ringan yang mampu memulihkan retak secara mandiri, dan dapat menyerap polutan dari udara. Secara keseluruhan analisis pemulihan retak melalui siklus basah-kering pada beton ringan mampu memulihkan retak ketika berumur lima hari untuk semua variasi penambahan arang hidro serat kenaf. Pemulihan retak pada beton ringan berkisar antara 70,38-100 persen,” pungkasnya. (Zul)
Narasumber : Prof. Dede Hermawan
Kata kunci : Biokomposit, Kayu, Fahutan, Guru Besar, IPB University
Sumber : IPB News
Tribunnews Bogor