INDONESIAUPDATE.ID – Potensi limbah batang kelapa sawit (OPT) sebagai sumber daya industri berkelanjutan dengan nilai ekonomi tinggi kembali mengemuka.
IPB University bekerja sama dengan Wageningen University (Belanda) dan Universitas Lambung Mangkurat menggelar lokakarya bertajuk “From Waste to Wealth: Sustainable and Profitable Utilisation of Oil Palm Trunks” di IPB International Convention Center, Bogor, Senin pekan lalu.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program kolaborasi Indonesia-Belanda “SustainPalm” yang bertujuan memajukan praktik perkebunan kelapa sawit yang lebih ramah lingkungan dan memberikan manfaat sosial, sekaligus menopang perekonomian daerah.
Wakil Rektor Bidang Konektivitas Global, Kerja Sama, dan Alumni IPB University, Iskandar Siregar, yang juga merupakan Executive Board SustainPalm, membuka lokakarya tersebut.
Ia menyampaikan bahwa forum ini mempertemukan para peneliti, pelaku industri, asosiasi, dan pemangku kepentingan untuk mendiskusikan peluang pemanfaatan OPT sebagai alternatif bahan baku bagi industri mebel dan konstruksi ringan, mengurangi ketergantungan pada kayu keras konvensional.
“Diskusi terfokus pada ketersediaan OPT, teknologi pengeringan dan pemadatan, nilai tambah ekonomis, serta tantangan standardisasi dan komersialisasi produk berbahan baku OPT,” ujar Iskandar dalam keterangan tertulisnya, Minggu (27/1).
Lebih lanjut, Iskandar mengungkapkan bahwa Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) dalam paparannya menyoroti krusialnya ketersediaan bahan baku bagi sektor mereka. Setiap tahun, industri mebel membutuhkan sekitar 12 juta meter kubik kayu bulat dan 67 ribu ton rotan.
“HIMKI berharap hasil riset terkait OPT dapat segera diimplementasikan sebagai solusi nyata mengatasi defisit bahan baku yang semakin terasa,” imbuh Iskandar.
Dalam sesi yang menghadirkan perwakilan industri, Weng Meng Greentech Sdn Bhd, perusahaan teknologi hijau asal Malaysia, berbagi pengalaman sukses mereka dalam mengolah batang sawit menjadi bahan baku utama pintu untuk diekspor ke berbagai negara. Tantangan utama yang dihadapi adalah menjaga kestabilan material dan mengatasi variasi alami OPT, yang memerlukan inovasi teknologi dan pemahaman mendalam tentang material.
Mojtaba Soltani dari Weng Meng Greentech Malaysia dalam pidatonya menekankan potensi besar Indonesia, “Ini adalah surga bahan baku. Di negara lain, seperti di kawasan Arab, menanam pohon kecil saja butuh biaya besar,” beber dia.
Namun di sini, kata Mojtaba, alam menyediakan batang kelapa sawit dalam jumlah melimpah.
“Ini adalah bahan baku bernilai tinggi yang layak mendapat perhatian dan investasi bersama. Kuncinya kini adalah kolaborasi lintas akademisi, industri, dan pemerintah untuk mewujudkan peluang berkelanjutan ini menjadi komersial,” ungkapnya.
Senada dengan itu, pakar bio-based economy dari Wageningen University, Wolter Elbersen, menyatakan, “Potensi batang kelapa sawit bukan hanya soal ketersediaan, tetapi juga peluang membangun industri hijau yang sirkular, mendukung ekonomi pedesaan, dan mengurangi limbah. Kita memerlukan pendekatan rantai nilai terintegrasi dari perkebunan hingga produk, didukung riset, kebijakan, dan investasi.”
Lokakarya ini juga diisi dengan diskusi meja bundar yang dipandu oleh Dr. Lukmanul Hakim Zaidi dari Departemen Teknologi Hasil Hutan IPB University. Diskusi bertujuan mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pemanfaatan OPT sebagai bahan baku alternatif dalam industri mebel dan konstruksi ringan.
Acara diakhiri dengan perumusan rekomendasi yang dikoordinasi oleh Prof. Arya Hadi Dharmawan dari IPB University.
Rekomendasi yang dihasilkan meliputi pengembangan infrastruktur logistik yang efisien dan terjangkau, investasi dalam teknologi pengolahan untuk meningkatkan kualitas produk OPT, pengembangan standar dan sertifikasi keberlanjutan yang kredibel, serta kebijakan insentif dan dukungan pemerintah yang berkelanjutan. Selain itu, diluncurkan pula kompetisi desain produk bertema “From Waste to Wealth: unlocking the potential of OPT design competition”.